Hemotoksik

Hemotoksik adalah sifat toksik yang menargetkan darah atau sistem hemostasis, sehingga dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah, hemolisis, perdarahan, maupun kerusakan jaringan. Istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada toksin yang terkandung dalam venoms beberapa ular, serta toksin bakteri, jamur, atau zat kimia yang memengaruhi komponen darah.

Sumber umum hemotoksin meliputi venom ular dari keluarga Viperidae dan beberapa subkelompok Crotalinae, yang mengandung enzim protease metaloproteinase, serine protease, dan komponen lain yang merusak dinding pembuluh darah serta mengubah fungsi koagulasi. Selain itu, beberapa toksin bakteri seperti alpha toxin dari Clostridium perfringens juga memiliki efek hemolitik dan toksik pada jaringan. Pada konteks non-venom, paparan bahan kimia tertentu dan beberapa patogen juga dapat menghasilkan efek hemotoksik.

Mekanisme utama meliputi gangguan jalur koagulasi (misalnya penurunan fibrinogen, aktivasi koagulasi berkelanjutan, atau trombositopati), kerusakan dinding pembuluh darah, serta hemolisis langsung pada sel darah merah. Akibatnya muncul tanda perdarahan yang tidak terkendali, hematoma, anemia, dan pada kondisi berat bisa terjadi syok hipovolemik.

Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan toksin, temuan klinis perdarahan atau anemia, serta pemeriksaan laboratorium seperti peningkatan waktu pembekuan (PT, aPTT), trombositopenia, kadar fibrinogen menurun, peningkatan D-dimer, serta bukti hemolisis.

Penanganan bergantung pada penyebabnya. Envenomasi oleh ular hemotoksik memerlukan antivenom spesifik, perawatan luka, serta dukungan hemodinamik. Koreksi koagulasi dengan plasma, trombosit, atau produk darah lainnya mungkin diperlukan, disertai cairan, analgesia, dan perawatan suportif. Pencegahan fokus pada penghindaran paparan toksin dan penanganan dini jika paparan terjadi. Prognosis bervariasi sesuai sumber dan luasnya gangguan koagulasi.